Jumat, 26 November 2010

Curhat dengan Para Pemuka yang menjadi Kafir


Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.[14:4]

            Hari ini kepala dan hati kebanyakan kita masih menyebutkan “Allah Maha Kuasa,” berani mengklem bahwa tidak ada yang bisa mengimbangi kekuasaanNya. Tapi kebanyakan kita juga seringkali lupa, tanpa sadar berani menentang atau menolak kekuasaan Allah, terkadang sampai harus ngotot, menegangkan urat syaraf, bahkan dengan olok-olokan. Apa lagi ketika berita Al Qur’an dikumandangkan, sikap tadi akan berkembang menjadi tindakan penyerangan, dengan fitnah atau benda apa saja yang dapat mencederai.
            Aksi semacam itu digunakan untuk menolak kehadiran utusan Allah yang pada kapasitasnya bertugas mengkabarkan berita Al Qur’an kepada dunia. Bentuk penolakan ini berarti upaya pembatasan terhadap kekuasaan Allah, sadar atau tidak siapa saja bisa terjebak kedalam sifat sombong serupa ini. Sempurnanya mental seperti ini disebut dzolim, sebab isi kepala, ucapan lidah dengan hati cendrung menyimpang dari perbuatan, dan karakter inilah yang disebut jahiliyah (bodoh), padahal mereka tau bahwa tidak ada yang bisa menyamai kekuasaan Allah.

Patutkah menjadi keheranan bagi manusia bahwa kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: "Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang Tinggi di sisi Tuhan mereka". orang-orang kafir berkata: "Sesungguhnya orang Ini (Muhammad) benar-benar adalah tukang sihir yang nyata".[10:2]

Orang-orang yang menolak kehadiran Muhammad pada masa itu memfitnah beliau sebagai “tukang sihir.” Hal wajar ini terjadi sebab setiap manusia ketika itu sudah menganggap diri mereka ta’at dan soleh, dengan meyakini beberapa nama agama yang dibawa oleh utusan Allah sebelumnya (sudah lama wafat) dan tidak pernah berjumpa dengan mereka. Tak jauh beda, gelar “si tukang doktrin” akan keluar dari mulut orang yang menolak kehadiran utusan Allah di masa ini.
Sifat orang-orang seperti ini disebut “kafir” (ingkar), alasannya karena mereka mengingkari kekuasaan Allah, walaupun sebenarnya mereka adalah ahli ibadah, ahli kitab (para pemuka) atau orang-orang ta’at dan soleh, mereka ingin Allah tidak berkuasa lagi mengutus seorang utusanNya di muka bumi.

Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab: "Orang Ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih Tinggi dari kamu. dan kalau Allah menghendaki, tentu dia mengutus beberapa orang malaikat. belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.[23:24]

                Pengenalan yang kita dapati dari garis turun temurun (nenek moyang) mengenai orang-orang kafir ternyata meleset jauh dari kitab suci. Al Qur’an tidak mengatakan orang yang berbeda nama agama dengan kita adalah kafir. Tapi setiap orang yang menolak ayat-ayat Allah serta menolak kehadiran utusan yang mengumandangkan ayat-ayatNya, inilah yang diberitakan Al Qur’an sebagai kafir.

Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat kami di hadapan mereka. Katakanlah: "Apakah akan Aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?" Allah Telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.[22:72]

Kita tidak berhak dan tidak boleh terlalu cepat mengkafirkan orang lain sebelum ayat-ayat Allah disampaikan pada mereka. Sebab siapa pun orang yang mengindahkan ayat-ayat Allah dengan menerima kehadiran utusanNya akan sempurna menjadi orang ber-iman (pecaya). Tidak pandang setatus apakah orang itu berlatar belakang sebagai orang ta’at atau maksiat, tak juga perduli dari golongan kaya, miskin, pintar atau bodoh. Jelasnya pada posisi ini besar kesempatan bagi mereka untuk membuktikan sekaligus menggenapkan rukun iman, agar tidak sekedar menjadi sebut-sebutan belaka.    
            Berpegang pada pengertian nenek moyang ternyata berakibat fatal, fakta ini jelas tergambarkan ketika sikap arogan menganggap diri paling benar semakin terpupuk, pertikaian atas nama agama pun acapkali terjadi, spekulasi politik dengan menunggangi fanatisme keagamaan guna meluluskan suatu kepetingan semakin terang-terangan, sengaja menciptakan isu terorisme lengkap dengan aktor-aktor papan atasnya yang cukup berani dan komersil.
Perkembangan pesat gejala ini berhasil menanggalkan konsekuensi makna kata agama itu sendiri, yang berarti “tidak kacau” berubah menjadi “kacau”. Mungkin penalaran sejauh inilah yang meyebabkan penyair senior Indonesia (Alm. WS. Rendra) pernah bertanya dalam syairnya “apakah agama di bumi ini benar-benar ada?”
Konsenterasi pertanyaan ini tidak dipakai sebagai identitas anti Tuhan, terbukti saat detik-detik kepulangannya, dalam kadaan terbaring (sakit) beliau minta bantuan asisten untuk menuliskan teriakannya pada ujung syair terakhir “Tuhan aku cinta pada Mu!!” Jadi jelas pertanyaan Rendra itu adalah pukulan keras terhadap tanggungjawab para pemuka, yang kemudian tanpa bekal nalar filosopi mereka tak mampu meresponnya kecuali hanya membiarkan saja pertanyaan itu berlalu.
Sejarah lebih dulu telah mencatat setiap kelakuan dan sikap para pemuka, bukan cuma di zaman Muhammad, Isa, Musa, Daud, Ibrahim atau Nuh, akan tetapi sejarah juga menuliskan bahwa penentang Allah di zaman Adam juga adalah pemuka (Iblis) yang sesungguhnya ia ta’at beribadah bahkan sempat memimpin para Malaikat.

Dan (Ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.[2:34]

Wajar jika para pemuka itu menjadi sombong, selain memiliki cukup ilmu mereka pun dilengkapi dengan kecukupan pinansial juga kekuasaan. Sebab adanya kemapanan ini tidak menutup kemungkinan jika mereka selalu mengenakan pakaian yang bagus-bagus (mahal) serta merta memiliki kulit mulus dan indah. Potensi ini pun sering pula dipakai para pemuka untuk menolak ketetapan Allah ketika meminta mereka agar mengikuti rasul yang diutusNya. Tak ubahnya Iblis saat membandingkan fisik (materi) atau jasadnya dengan Adam.

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" menjawab Iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah".[7:12]

Allah berfirman: "Hai iblis, apa sebabnya kamu tidak (ikut sujud) bersama-sama mereka yang sujud itu?” Berkata Iblis: "Aku sekali-kali tidak akan sujud kepada manusia yang Engkau Telah menciptakannya dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk".[15:32-33]

            Berbagai penomena alam yang baru-baru ini terjadi berhasil merampas perhatian dunia, jarak tempuh pemikiran publik dapat dibaca ketika mengikuti segala retorika yang muncul setelahnya. Persiapan untuk menghadapi kiamat tiba-tiba menjadi bahan konsultasi popular yang diajukan bagi para pemuka, tentu saja beragam motif praktek cuci otak dan propaganda menjadi peluang untuk direalisasikan.
Sikap menjadikan diri sebagi hakim atas gejolak yang dianggap kemaksiatan tanpa terasa semakin meningkatkan produktifitas pada kegitan manipulasi informasi menyangkut penomena alam yang berlansung. Di mana berbagai penomena itu merupakan simbol kecil dari Allah atas kehadiran utusanNya agar menjadi ikutan umat manusia pada zaman ini.

Sungguh Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.[9:128]

Dan Ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah. kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka Itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,[49:7]

Tanpa mengharapkan imbalan apa pun artikel ini diketengahkan hanya sekedar memberi ingatan kepada siapa saja yang dapat membacanya, lagian tidak baik menukar atau menjual ayat-ayat Allah dengan harga yang lebih rendah dari pada kebenaran ini. Menyampaikan walau sepotong ayat (tanda) saja pun yang diketahui sudah kita pahami sebagai parintah Allah, masalahnya adalah “jika bukan aku kenapa tidak kau” yang mengambil tugas untuk menyampaikan berita ini, agar tidak hanya aku tapi semua dapat tau, siapa yang patut kita ikuti untuk meniti jalan lurus ini. Salam***



           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar